Sejarah Persatuan Pemuda Indonesia di Museum Sumpah Pemuda
Museum Sumpah Pemuda adalah salah satu museum sejarah perjuangan pemuda bangsa Indonesia untuk membangun tekad pemuda Indonesia dalam menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia.
Salah satu diorama perjuangan pemuda Indonesia pada Kongres Pemuda |
Museum
Sumpah Pemuda terletak di Jalan Kramat Raya, No. 106, Kwitang, Senen, Jakarta
Pusat. Museum Sumpah Pemuda pada awalnya bukanlah Gedung Sumpah Pemuda.
Bangunan ini telah berkali-kali beralih fungsi. Pada awalnya, bangunan ini
adalah kediaman Sie Kong Liang, pada awal abad ke-20. Sejak 1908 Gedung Kramat
disewa pelajar Stovia dan RS Rechtsschool sebagai tempat tinggal dan belajar.
Saat itu dikenal dengan nama Commensalen Huis.
Mahasiswa
yang pernah tinggal adalah Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi, Soerjadi,
Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko,
Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang,
Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana.
Pada
tahun 1927, gedung tersebut digunakan oleh berbagai organisasi pergerakan
pemuda untuk melakukan kegiatan pergerakan. Bung Karno dan tokoh-tokoh
Algemeene Studie Club Bandung sering hadir untuk membicarakan format perjuangan
dengan para penghuni Gedung Kramat 106. Kongres Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia,
PPPI pernah diselenggarakan di tempat ini. Selain itu, gedung ini digunakan
sebagai sekretariat PPPI, dan sekretariat majalah Indonesia Raja yang
dikeluarkan PPPI. Sejak tahun 1927, gedung yang semula bernama Langen Siswo
diberi nama Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw atau gedung pertemuan.
Pada
15 Agustus 1928, di gedung ini diputuskan akan diselenggarakan Kongres Pemuda
Kedua pada Oktober 1928. Soegondo Djojopuspito, ketua PPPI, terpilih sebagai
ketua kongres. Setelah peristiwa Sumpah Pemuda, banyak penghuninya yang
meninggalkan gedung Indonesische Clubgebouw karena sudah lulus belajar. Pang
Tjem Jam menyewa gedung tersebut, kemudian menggunakan gedung itu sebagai rumah
tinggal.
Kemudian
pada tahun 1937–1951 gedung ini disewa Loh Jing Tjoe yang menggunakannya
sebagai toko bunga (1937–1948). Dari tahun 1948–1951 gedung berubah fungsi
menjadi Hotel Hersia. Pada tahun 1951–1970, Gedung Kramat 106 disewa
Inspektorat Bea dan Cukai untuk perkantoran dan penampungan karyawannya.
Pada
tanggal 3 April 1973, Gedung Kramat 106 dipugar Pemda DKI Jakarta. Pemugaran
selesai 20 Mei 1973. Gedung Kramat 106 kemudian dijadikan museum dengan nama
Gedung Sumpah Pemuda.
Gedung
Kramat Raya 106 dijadikan Museum karena memiliki sederet perjalanan sejarah dan
menjadi saksi dari proses panjang semangat perjuangan bagi kemerdekaan
Indonesia. Tempat pelaksanaan Kongres Pemuda Kedua ini, dasar-dasar persatuan
Indonesia didiskusikan, dirumuskan, dan diikrarkan.
Koleksi
yang terdapat pada Museum Sumpah Pemuda adalah Biola W.R. Supratman, Bendara
INPO, Patung susunan Panitia Kongres, Patung W.R. Supratman, Patung Mohammad
Tabrani, Patung Prof. Mr. Soenario, Patung Muhammad Yamin, dan Monumen
Persatuan Pemuda.
Museum
Sumpah Pemuda dibuka pada hari Selasa sampai dengan Minggu, pukul 08.00—16.00
WIB. Sedangkan, pada hari Senin dan Hari Besar Nasional tutup. Harga tiket masuk
Museum Sumpah Pemuda untuk dewasa perorangan adalah 2 ribu rupiah saja.
Komentar
Posting Komentar